molecular-designs.com – Tajikistan baru-baru ini mengesahkan undang-undang yang memberlakukan pembatasan terhadap beberapa tradisi dan praktik Muslim di negara tersebut, yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini dilaporkan oleh media lokal Asia Plus, yang menyebutkan bahwa Presiden Tajikistan telah menyetujui undang-undang yang melarang penggunaan hijab dan pakaian tradisional Islam lainnya. Selain itu, pemerintah juga melarang perayaan dua hari raya Islam utama, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Menurut pernyataan resmi yang dirilis pada situs pemerintahan, kebijakan ini bertujuan untuk menjaga nilai-nilai budaya asli nasional, serta mencegah pengaruh tahayul, prasangka, dan ekstremisme. Berikut adalah beberapa pembatasan lain yang diberlakukan sebagai bagian dari upaya ini:
- Pencukuran Jenggot Wajib:
Pada tahun 2016, BBC melaporkan bahwa pria di Tajikistan harus mencukur atau menipiskan jenggotnya sebagai langkah pencegahan terhadap paham Islam radikal dan pengaruh asing. Dalam tahun itu, sekitar 13.000 pria di Tajikistan telah mencukur jenggot mereka. - Pembatasan Pakaian Muslim:
Presiden Tajikistan menjelaskan bahwa pelarangan atribut dan pakaian Muslim bertujuan untuk melindungi nilai-nilai budaya dan menghindari ekstremisme. Pembatasan ini juga diberlakukan di sekolah dan tempat kerja. - Pembatasan Perayaan Idul Fitri:
Tradisi lokal ‘iydgardak’ yang biasanya berlangsung saat Idul Fitri, di mana anak-anak mengunjungi rumah-rumah untuk meminta uang saku, juga dilarang menurut undang-undang baru. - Larangan Anak di Bawah 18 Tahun Masuk Masjid:
Tajikistan melarang anak-anak di bawah 18 tahun memasuki masjid, kecuali pada hari-hari raya keagamaan yang diakui secara resmi. Orang tua yang melanggar aturan ini dapat dikenakan sanksi. - Penutupan Masjid:
Menurut laporan Euro News tahun 2017, pemerintah Tajikistan telah menutup hampir dua ribu masjid, dengan alasan bahwa penutupan tersebut atas permintaan warga setempat. Komite Negara Urusan Agama, Tradisi, Upacara dan Ritual Tajikistan mengklaim bahwa 1.938 masjid ditutup paksa dan diubah menjadi fungsi sekuler. - Konversi Masjid Menjadi Tempat Usaha:
Laporan dari Asia News menyebutkan bahwa masjid yang belum mendapat izin dari pihak berwenang diubah menjadi kedai teh, tempat pangkas rambut, pusat kebudayaan, klinik medis, dan taman kanak-kanak. Komite Urusan Agama mengklaim bahwa 2.000 masjid ilegal telah diubah fungsi guna memanfaatkan lebih efektif.
Kebijakan ini telah menimbulkan berbagai reaksi, termasuk dari para pembela hak asasi manusia yang menyatakan keprihatinan atas dampak kebijakan ini terhadap kebebasan beragama di Tajikistan. Meski demikian, pemerintah mengklaim langkah-langkah ini diperlukan untuk menjaga kontrol dan integritas budaya nasional.